MAKALAH
ISLAM
DAN TRADISI SHALAWATAN MASYARAKAT MADURA TANJUNG HULU
Dosen
Pengampu : Dr. Zaenuddin, M. A dan Baharuddin, M. Si
Mata kuliah
: Islam Budaya Lokal
Oleh
:
Jumaidi
NIM. 11.33.11.00.12
JURUSAN
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS
USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
PONTIANAK
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua sebagai
insan yang senantiasa ingin menyempurnakan budi pekerti dalam mencapai derajat
yang tinggi di sisi-Nya, karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Islam untuk memenuhi kebutuhan mata kuliah Islam
Kebudayaan Lokal.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada al
Mukarram Dr. Zaenuddin, M.A
dan al Mukarram Baharuddin, M. Si selaku dosen pembimbing mata
kuliah Islam Kebudayaan Lokal, yang sangat membantu dan memberikan bimbingan,
sehingga makalah ini tersusun.
Kami menyadari
makalah ini masih banyak kekurangan dan perlu penyempurnaan lagi. Untuk itu,
kami sangat mengharapkan bantuan kritik dan saran dari semua pihak untuk
penyempurnaan makalah ini.
Pontianak, 13 Oktober 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalawat
yang terambil dari kata shalla yang bermakna do’a, keberkahan, kemuliaan,
kesejahteraan, serta ibadah. Sedangkan makna yang dikandung shalawat ini
tergantung dari siapa pelakunya atau siapa subbjeknya. Jika shalawat datangnya
dari Allah, maka makna shalawat yang
dikandung berarti memberi rahmat kepada makhluknya (ciptaannya). Dan jika
shalawat dari malaikat berarti memberikan ampunan, dan jika datangnya shalawat
itu dari orang-orang mukmin berarti suatu do’a agar Allah SWT. Memberikan
rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad beserta keluarganya.
Masyarakat
Madura merupakan salah satu suku yang akrab dengan shalawat. Apalagi tidak
terelakkan bahwa di daerah pontianak sebelah manapun yang di daerah itu banyak
suku maduranya pasti akan selalu ada kegiatan shalawatan dalam setiap minggunya. Tidak terkecuali dengan
masyarakat madura yang ada di daerah Tanjung Hulu kecamatan Pontianak Selatan
ini.
Di
daerah ini masyarakat Madura selalu mengadakan kegiatan rutin tiap
minggunya.kegiatan itu tidak lain dan tidak bukan ialah shalawatan seperti yang sudah dikenal oleh masyarakat Madura daerah
pada umumnya. Shalawatan ini
seakan-akan sudah menjadi kegiatan yang wajib bagi mereka dalam tiap minggunya.
Dari sini jugalah mereka mengenal akan keakraban dengan sesamanya. Hingga dari
kegiatan ini pula rasa kekeluargaan akan timbul dalam hati nuranimya.
shalawatan
pada masyarakat Madura ini diadakan dengan kelompok-kelompok. Pengelompokkan
dalam shalawatan ini diadakan dengan
tujuan-tujuan tertentu. Jadi dalam shalawatan
ini tidak mesti dalam satu desa ataupun dalam satu gang satu kelompok tidak.
Tergantung dari kebijakan mereka masing-masing.
Tempat
yang digunakan untuk shalawatan juga
tidak sama dengan tempat orang bershalawat pada umumnya. Pada umumnya shalawatan dilaksanakan di Masjid
ataupun Musholla. Namun tradisi masyarakat madura dalam shalawatan ini tidak sama seperti itu, kegiatan ini selalu diadakan
di rumah-rumah. Dengan cara bergiliran dari satu rumah ke rumah yang lain dalam
satu kelompok itu sendiri.
B. Fokus Masalah
1.
Shalawatan masyarakat
Madura Tanjung Hulu
2.
Giliran
dalam shalawat dinilai kebiasaan dan tanggung jawab
3.
Acara
shalawatan diawali dengan pembacaan
surah Yasin
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Shalawatan Masyarakat Madura Tanjung
Hulu
Masyarakat
madura yang bermukim di Tanjung Hulu sangat kental dengan keagamaan, hingga
tiap malam Jum’at dan malam Selasa masyarakat di sana selalu mengadakan acara shalawatan yang sudah menjadi
tradisinya, bukan hanya shalawatan
saja sebenarnya dalam kegiatan itu sebenarnya juga ada tahlilan dan Yasinan
juga. Tapi kegiatan itu memang lebih akrab dengan shalawatan, karena didalamnya juga ada kegiatan membaca shalawat,
terkadang ada shalawat yang diambil barzanji, simtudduror, ad-Diya’ul lami’ dan
sebagainya. Acara shalawatan yang
dilakasanakan itu memang rutin setiap minggu, jadi setiap malam Selasa dan juga
malam Jum’at tidak ada isltilah bagi mereka untuk tidak mengadakan acara shalawatan. Yang dimaksud tradisi
sendiri sebenarnya adalah segala sesuatu yang diwarisi dari masa lalu. Jadi maksudnya semua hal atau
semua kegiatan yang sudah ada sejak zaman dahulu lalu dilestarikan hingga
sekarang itu dinamakan tradisi, ataupun kata lainnya adalah budaya. Tradisi ini
merupakan ciptaan manusia baik berupa objek material, kepercayaan, khayalan,
kejadian ataupun lembaga yang diwariskan dari sesuatu generasi ke generasi
berikutnya. Yang mana tradisi atau kebudayaan ini tidak sepenuhnya harus
diterima. Karena hak ciptanya bukan dari Nabi Muhammad ataupun Nabi-nabi yang
lain, dan juga bukan dari Tuhan atau Allah. Melainkan hanyalah ciptaan makhluk
yang bernama manusia belaka.
Diakrenakan
ini menyangkut tradisi maka tentu tradisi antara suku yang satu derngan yang
lainnya berbeda, dan antara negara yang satu dengan yang lainnya juga berbeda,
begitupun antara satu golongan dengan golongan lainnya berbeda. Begitu halnya dengan
budaya shalawatan. Mungkin pada suku
lain atau pun di daerah lain akan berbeda bagaimana cara atau tradisi shalawatan, atau bahkan akan ada juga
yang tidak menerima akan shalawatan
karena di nilainya bid’ah. Perbedaan itu semua bersangkut paut pada golongan-golongan
tertentu.
Atau
juga membeciarakan hari pada tradisi shalawatan
juga bisa saja berbeda. Karena menyesuaikan dengan kondisi-kondisi
masyrakat-masyarakat di daerah masing-masing. Jika di Tanjung Hulu tradisi shalawatan diadakan pada malam Selasa
dan malam Jum’at. Belum tentu di daerah lainnya juga sama. Buktinya di daerah
pak Nese’ yang juga sama-sama masyrakatnya suku Madura melaksanakan kegiatan shalawatan pada hari Jum’at sore. Di
kubu padi juga berbeda, di sana hanya melaksanakannya pada malam Jum’at
sedangkan malam Selasanya tidak ada shalawatan
lagi. Perbedaan ini disebabkan traidisi mereka yang menyesuaikan dengan situasi
dan kondisi yang ada pada derah mereka masing-masing.
Shalawatan
bagi mereka seakan-akan sudah menjadi kegiatan rutin yang wajib ada dalam tiap
minggunya. Sehingga aktivitas mengaji al-Qur’an pada malam-malam itu di
liburkan guna melaksanakan kegiatan shalawatan
itu sendiri. Shalawatan yang selalu
diadakan tiap malam Selasa dan Malam Jum’at ini juga ada keunikan tersendiri.
Karena tidak sama seperti masyrakat pada umunmya yang mengadakan acara dalam
satu hari bersamaan hingga tidak jarang dalam acara itu antara kaum Hawa dan
kaum Adam akan bergabung di satu hari yang sama dan di satu tempt yang sama
hanya di pisah oleh sekat. Namun terkadang pada masyarakat umumnya juga
mengadakan acara yang mengundang antara kaum Adam dan kaum Hawa dalam satu
tempat yang tidak dipisahkan oleh sekat itu tadi.
B. Giliran Shalawat Dinilai Kebiasaan dan
Tanggung Jawab
Shalawatan
yang diadakan oleh masyarakat madura yang ada di sana bukan shalawatan yang sering kali di dengar di
telinga kalangan islam dari suku-suku lain, shalawatan
yang diadakan mereka memiliki keunikan tersendiri. Diantara kenikannnya itu
ialah shalawatan yang dilaksanakan
rutin tiap malam Selasa dan malam Jum’at ini bukan dilaksanakan atau
diselenggarakan di masjid ataupun musholla, akan tetapi kegiatan rutin ini
dilaksanakan di rumah-rumah warga, dengan bergiliran. Namun bukan berarti semua
masyarakat Madura itu bergabung daerah itu, namun kegiatan ini semacam ada
kesepakatan bersama sebelumnya, jadi timbullah beberapa macam
kelompok-kelompok. Pengelompokan dalam kegiatan ini bukan berarti bertujuan
untuk membuat kelompok-kelompok sendiri, sehingga tidak menunjukkan kekompakan.
Masyarakat Madura di sana tataplah satu, tidak terpecah belah, meskipun dalam
acara shalawatan ini mereka membuat
semacam kelompok-kelompok tersendiri.
Pengolompokkan
dalam kegiatan ini bukan tidak beralasan yang jelas, tapi sebaliknya alasan
mereka tidak menyatuka semua masyarakat madura dalam kelompok itu karena jika
semuia masyarakaty madura menyatu di dalam satu kelompok tentu membutuhkan
ruangan yang sangat besar juga. Karena semua orang akan berada dalam satu
tempat itu. Bisa saja dikumpulkan dalam satu ruimah yang tidak seberapa besar
tapi yang lainnya harus di luar rumah, yang ditakutkan juga jika masyarakat di
alihkan ke luar ruangan karena membludaknya masyarakat dan kecilnya ruangan,
maka apabila suatu ketika turun hujan maka tentu kegiatan itu tidak akan
berjalan dengan baik.
Mungkin
sebagian orang akan sedikit bertanya kenapa shalwatan yang diadakan oleh
masyarakat Madura itu tidak dilaksnakan di Masjid pada umumnya. Nah untuk
membahas hal itu sebenarnya sangat sederhana tanggapan dari masyrakat Madura.
Alasan pertama kenapa kegiatan itu tidak di alihkan ke Masjid yaitu agar tidak
mengotori masjid, karena dalam acara shalawatan
ini juga ada sesi makan-makannya. Makanan yang disediakan bukan hanya cucur
atau kue-kue lainnya saja, melainkan juga dihidangkan dengan makanan berat
seperti nasi, bisa saja kegiatan ini di alokasikan di Masjid dengan cara makan
seperti nasi itu tidak dimakan di dalam Masjid itu sendiri melainkan harus di
bawa pulang. Namun jika hal yang demikian yang dijalankan maka akan kurang
mengena bagi masyrakat madura, karena keakraban atau kekeluargaannya akan
terasa kurang.
Kegiatan
itu dialokasikan di rumah-rumah dengan cara bergiliran ini juga memiliki tujuan
tersendiri. Diantara tujuan itu adalah agar rasa keakrabannya lebih mengena.
Jika sudah dialokasikan di rumah atau kegiatannya diadakan di rumah-rumah
dengan bergantian tentu tamu yang datang setidaknya ada saling tegur sapa
dengan ahlul bait atau pemilik
rumahnya. Namun coba di bayangkan kembali jika kegiatannya di Masjid belum
tentu tegur sapa itu akan ada terkecuali pada orang-orang yang dikenalnya saja.
Tentunya jika di rumah-rumah secara bergiliran selaku tuan rumah atau ahlul
bait akan selalu di sapa ole tiap tamu, hingga terjalinlah keakraban. Karena
diadakan dengan bergiliran tentu semuanya pasti akan saling sapa seperti itu.
Sehingga jika lebaran atau kejadian apa yang sedang menimpa tetangganya tentu
selaku tetangga yang sudah akrab, sudah saling sapa, sudah menyatu akan
merasakan iba serta membantu keluarganya yang kesulitan itu sendiri. Tidak
terkecuali ketika ada tetangganya yang membangun rumah, jika ada tetangga yang
membangun rumah pasti tetangga yang lain itu juga akan membantunya selagi
mereka mampu. Karena keakraban, serta rasa kekeluargaan, atau solidaritasnya
sudah sangat kental dalam hatinya.
Makan
bersama yang dilakukan masyarakat madura sebenarnya juga bertujuan agar mereka
terlihat lebih akrab. Jika inisiatif seperti tadi yang makanannya di bawa
pulang tentu kurang berkesanlah rasa kekeluargaannya. Namun jika sudah seperti
ini (makan bersama) tentu akan terlihat lebih akrab. Karena di sela-sela mereka
makan atau sebelum atau sesudah mereka makan pasti ada hal yang akan selalu
mereka perbincangkan hinggga dari perbincangan itulah mulai timbul rasa
persaudaraan. Dan jika kita pikir kembali kalau saja dialokasikan di Masjid
mereka akan lebih sedikit waktu untuk ngobrol atau semacamnya. Dan tentunya di
dalam masjid juga tidak diperbolehkan membcirakan soal hal-hal yang berbau duniawi.
Shalawatan
bergiliran ini juga mengajarkan akan masyarakat di sana akan tanggung jawab.
Karena pada dasarnya shalawatan yang
diadakan di rumah-rumah secara bergiliran memang mengajarkan akan tanggung
jawab. Bagaimana mereka melaksanakan kegiatan itu di rumahnya, sejauh mana
mereka menyiapkan kegiatan itu sendiri. Hingga dengan demikian juga mereka akan
lebih tahu bagaimana memikul tanggung jawab sebaiknya, serta bagaimana juga
bertanggung jawab dalam berkeluarga. Selain mengajarkan mereka akan tanggung
jawab, dalam tradisi ini juga mengajarkan bagaimana seharusnya mereka berbagi
akan hartanya walaupun tidak memiliki harta atau kekayaan yang melimpah. Yang
terpenting bagaimana bisa berbagi kepada sesama, maka tidak heran jika
masyarakat Madura mengadakan acara, baik itu tahlilan, pernikahan, akikah,
ataupun yang lain-lainpasti mereka tidak menyiapkan undangan. Mereka hanya
langsung mengajaknya saja tanpa ada undangan resmi, jadi jika ada acara
tentunya semua orang boleh hadir dalam acara itu tanpa ada batasan. Karena rasa
persaudaraan mereka itu sudah amat kental. Maka juga tidak heran jika ada acara
di dapur itu banyak tetangga wantita yang menyiapkan hidangan itu sendiri.
Tanpa ada aba-aba sebelumnya mereka akan siap membantu. Begitu juga yang lelaki,
yang lelaki juga membantu bagaimana mengatur sound system, serta alat-alat yang
digunakan lainnya. Rasa persaudaraan itulah yang membuat mereka seperti itu.
Tapi
coba lah kita lihat di komplek-komplek, pasti kita akan merasakan hawa yang
berbeda di sana. Bukannya ingin menjelekkan orang yang tinggal di daerah
komplek, tidak semua yang berada di komplek-komplek jelek Cuma sebagian aja. Di
komplek-komplek atau perumahan di sana keakrabannya sangatlah kurang. Hingga
mengerjakan sesuatu haruslah sendiri tanp ada yang membantu. Kecuali ada
tetangga yang memang kebetulan sudah terbiasa ngobrol bareng, atau sudah dekat
dengannya.
Kegiatan
shlawatan ini sebenarnya juga mengajarkan kepada anak muda agar tidak keluyuran
kemana-mana pada malam hari. Dari pada keluyuran kemana-mana yang tidak tahu
persis arah tujuannya kemana lebih baik shalawatan,
dapat juga pahalanya. Shalawatan ini
mengajarkan kepada mereka akan berbuat baik, mengingat akhirat, agar mereka
juga sadar bahwa kehidupan bukan hanya di dunia saja tetapi setelah ini mereka
akan bertemu juga akan kehidupan selanjutnya, kehidupan yang akan kekal di
dalamnya yaitu kehidupan di akhirat. Serta mengajarkan kepada mereka juga
mengenang atau mengingat bagimana perjuangan baginda Rasululllah SAW. Dalam
menjalani kehidupan, serta agar mereka dapat mencontoh atau mengaplikasikannya
dalam kehidupan mereka.
Jadi
pada intinya dari semua kegiatan shalawatan
yang dalam tradisi Madura ini menitik beratkan akan akan solidaritas, agar
mereka hidup tidak penuh dengan keegoisan semata. Mereka ingin masyarakat
Madura itu hidup dengan kedamain, tanpa ada perselisihan, jika ada masalah
diselesaikan bersama. Shalawatan
diadakan pada dua malam yang berbeda itu juga memiliki maksud dan tujuan juga
sebenarnya. Diantara maksud dan tujuannya yaitu agar rumah tidak kosong, karena
jika dilaksnakan pada satu hari yang sama maka rumah akan kosong hingga
dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti ada maling
yang masuk ke rumahnya, ataupun ada keluarga mereka yang datang dari tempat
yang jauh, hingga Ia menunggu lama di depan rumahnya. Jika di adakan di dua
malam yang berbeda kan jelas akan ada yang diam di rumahnya. Karena pada malam
Selasa shalawatan bagi ibu-ibunya dan
yang bertugas diam di rumah tehntu Ayahnya atau yang lelaki, dan jika malam
Selasa kegiatan shalawatan adalah
khusus bagi yang Pria atau Lelaki, tentu gantian sekarang bagian yang istri
atau yang perempuan diam di rumahnya takut ada keluarga yang datang dari tempat
yang jauh, atau atau takut juga rumahnya di bobol maling. Yang jelas mereka kan
tidak tahu jika siatu saat keluarganya akan datang tanpa ada konfirmasi
terlebih dahulu ataupu tiba-tiba ada maling. Karena pada dasarnya kewaspadaan
tetaplah lebih baik sama saja dengan kata-kata lebih baik mencegah dari pada
mengobati. Selain itu pula fungsinya agar tidak ada campur aduk anatara yang
wanita dengan yang lelaki. Jika di gabung tentu akan terjadi campur aduk antara
wanita dan lelaki.
C. Shalawatan Diawali Dengan Pembacaan
SurahYasin
Shalawatan
yang diadakan oleh masyarakat Madura sejatinya bukan hanya kegiatan shalawatan saja. Namun sebelum shalawatan biasanya diawali dengan
pembacaan surah Yasin. Karena pembacaan Yasin sudah menjadi tradisi tersendiri
bagi masyarakat Madura. Mayoritas masyarakat madura tiap malam Selasa dan malam
Jum’at memang selalu membaca surah Yasin yang ditujukan kepada baginda Rasul,
auliya’ yang telah wafat, ulama’ yang telah wafat, serta keluarga mereka yang
telah mendahuluinya.
Dengan
adanya kegiatan shalwatan yang diawali dengan pembacaan Yasin inilah masyarakat
akan lebih cepat mahir akan bacaan surah Yasin bahkan sebagian diantara mereka
sudah bisa hafal surah Yasin di luar kepala. Maka jangan heran jika anak kecil
dari golongan mereka cepat mahir membaca surah Yasin bahkan bisa membaca tanpa
memegang buku panduan. Karena semenjak kecil mereka ikut orang tuanya
menghadiri acara shalawatan yang selalu diawali dengan pembacaan surah
Yasin itu sendiri. Jika semenjak kecil sudah terbiasa membaca surah Yasin maka
tentu ketika sudah tumbuh dewasa maka jangan ditanyakan lagi akan hal itu.
Tentu mereka sudah mahir membaca surah Yasin itu sendiri bahkan sudah bisa
membaca tanpa buku pedoman dalam artian mereka sudah hafal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalawatan
masyarakat madura tidak sama dengan shalawatan
yang diadakan oleh suku-suku lainnya. Karena setiap suku memiliki ciri khas
ataupun adat istiadat tersendiri. Bukan perbedaan suku yang membuat ciri khas
dari shalawatan itu berbeda perbedaan
letak geografis ataupun perbedaan tempat atau lokasi juga dapat membuat
kegiatan shalawatan sesama masyarakat
madura berbeda dalam menentukan hari pelaksanaannya. Lihat saja antara daerah
Tanjung Hulu dengan daerah Desa Pak Nese’, di Tanjung Hulu kegiatan rutin yang
berupa shalawatan ini dilaksanakan
tepat pada malam Jum’at bukan hanya malam Jum’at itu sendiri melainkan pada
malam Selasa juga diadakan kegiatan rutin shalawatan
ini. Yang pada malam Jum’at dikhususkan untuk kaum Adam sedangkan yang pada
malam Selasa sendiri dikhususkan hanya untuk kaum Hawa. Sedangkan di Desa Pak
Nese’ kegiatan shalawatan ini hanya
dilaksanakan pada hari Jum’at saja.
Bukan malam Jum”at ataupu malam Kamis.
Kegiatan
shalawatan ini juga dilaksanakan
dengan cara yang berbeda. Jika pada umumnya shalawatan
dilaksanakan di dalam Masjid, kegiatan shalawatan
masyarakat Madura ini diselenggarakan di rumah-rumah. Penyelenggaraan di
rumah-rumah ini secara bergantian. Jika seandainya hari ini diselenggarakan di
rumah pak Rahmad maka seminngu kemudian diselenggarakan di rumah tetangganya,
dan seterusnya sampai kembali ke rumah yang awal kembali.
Shalawatan yang diadakan
bergantian ini memberikan pelajaran akan rasa tangggung jawab akan hal itu. Sehingga
sejak jauh-jauh hari masyarakat sudah menyiapkan berupa materi atau sebagainya
yang berhubungan dengan kegiatan shalawatan
ini. Bukan hanya itu kegiatan ini juga bertujuan untuk membangun rasa
persaudaraan anatara sesama mereka. Maka tidak heran jika suatu ketika
tetangganya membangun rumah ataupun merenovasi rumah tetangga yang lain juga
turut membantunya.
Shalawatan
rutin yang diadakan tiap malam Jum’at dan malam Selasa itu sejatinya bukan
hanya kegiatan shalawatan. Tetapi di
dalamnya juga ada Yasinan, yang mana Yasinan ini di baca sebelum shalawatan, artinya shalawatan itu dimulai dengan pebacaan surah Yasin. Karena Yasinan
ini merupakan bacaan yang sudah mentradisi dikalangan masyarakat madura yang
selalu dibaca tiap malam Selasa dan malam Jum’at. Hingga aktivitas mengajipun
saat itu diliburkan. Anak-anak yang mengaji di sarankan untuk mengikuti shalawatan yang mana dalam shalawatan itu juga di mulai dengan
membaca surah Yasin. Maka tidak jarang anak-anak kecil dikalangan masyarakat
madura itu sudah bisa membaca surah Yasin dengan lancar bahkan juga ada yang
sudah hafal karena sudah terbiasa membacanya.
B. Saran
Pada
dasarnya banyak kebudayaan atau tradisi madura yang sangat bernilai harganya.
Termasuk diantaranya kebudayaan shalawatan
ini sendiri. Penulis sejatinya berharap akan kebudayaan atau tradisi ini tetap
eksis dimasa-masa yang akan datang. Banyak hal yang dapat diambil sisi baiuknya
dari tradisi ini. Jika masyarakat madura tetap menjalankan tradisi ini maka
insyaallah barang tentu keakraban dalam suatu desa ataupun dalam suatu daerah
akan lebih terjalin dengan baik.
Penulis
juga minta maaf jika dalam penulisan makalah ini ada kata-kata yang kurang
bekenan di hati para pembaca. Kritik dan sarandari pembaca sangatlah penulis
harapkan. Terutama kritik dan saran dari dosen yang mengampu mata kuliah ini
yaitu al mukarram Dr. Zaenuddin, M. A
beserta al Mukarram Baharuddin, M.
Si. Melalui kritik dan saran dosen
pengampu mata kuliah Islam Budaya Lokal inilah penulis dapat membuat makalah
yang sangat sederhana ini menjadi makalah yang super.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar