Selasa, 30 Desember 2014

Islam Budaa Lokal ISLAM DAN TRADISI SHALAWATAN MASYARAKAT MADURA TANJUNG HULU

MAKALAH
ISLAM DAN TRADISI SHALAWATAN MASYARAKAT MADURA TANJUNG HULU
Dosen Pengampu : Dr. Zaenuddin, M. A dan Baharuddin, M. Si
                           Mata kuliah          : Islam Budaya Lokal
Oleh :
Jumaidi
NIM. 11.33.11.00.12
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONTIANAK
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua sebagai insan yang senantiasa ingin menyempurnakan budi pekerti dalam mencapai derajat yang tinggi di sisi-Nya, karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudulIslam  untuk memenuhi kebutuhan mata kuliah Islam Kebudayaan Lokal.
Kami  mengucapkan banyak terima kasih kepada al Mukarram Dr. Zaenuddin, M.A dan al Mukarram Baharuddin, M. Si  selaku dosen pembimbing mata kuliah Islam Kebudayaan Lokal, yang sangat membantu dan memberikan bimbingan, sehingga makalah ini tersusun.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan perlu penyempurnaan lagi. Untuk itu, kami sangat mengharapkan bantuan kritik dan saran dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.





Pontianak, 13 Oktober  2014


                                                                                                                                Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Shalawat yang terambil dari kata shalla yang bermakna do’a, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, serta ibadah. Sedangkan makna yang dikandung shalawat ini tergantung dari siapa pelakunya atau siapa subbjeknya. Jika shalawat datangnya dari  Allah, maka makna shalawat yang dikandung berarti memberi rahmat kepada makhluknya (ciptaannya). Dan jika shalawat dari malaikat berarti memberikan ampunan, dan jika datangnya shalawat itu dari orang-orang mukmin berarti suatu do’a agar Allah SWT. Memberikan rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad beserta keluarganya.
Masyarakat Madura merupakan salah satu suku yang akrab dengan shalawat. Apalagi tidak terelakkan bahwa di daerah pontianak sebelah manapun yang di daerah itu banyak suku maduranya pasti akan selalu ada kegiatan shalawatan dalam setiap minggunya. Tidak terkecuali dengan masyarakat madura yang ada di daerah Tanjung Hulu kecamatan Pontianak Selatan ini.
Di daerah ini masyarakat Madura selalu mengadakan kegiatan rutin tiap minggunya.kegiatan itu tidak lain dan tidak bukan ialah shalawatan seperti yang sudah dikenal oleh masyarakat Madura daerah pada umumnya. Shalawatan ini seakan-akan sudah menjadi kegiatan yang wajib bagi mereka dalam tiap minggunya. Dari sini jugalah mereka mengenal akan keakraban dengan sesamanya. Hingga dari kegiatan ini pula rasa kekeluargaan akan timbul dalam hati nuranimya.
shalawatan pada masyarakat Madura ini diadakan dengan kelompok-kelompok. Pengelompokkan dalam shalawatan ini diadakan dengan tujuan-tujuan tertentu. Jadi dalam shalawatan ini tidak mesti dalam satu desa ataupun dalam satu gang satu kelompok tidak. Tergantung dari kebijakan mereka masing-masing.
Tempat yang digunakan untuk shalawatan juga tidak sama dengan tempat orang bershalawat pada umumnya. Pada umumnya shalawatan dilaksanakan di Masjid ataupun Musholla. Namun tradisi masyarakat madura dalam shalawatan ini tidak sama seperti itu, kegiatan ini selalu diadakan di rumah-rumah. Dengan cara bergiliran dari satu rumah ke rumah yang lain dalam satu kelompok itu sendiri.
B.  Fokus Masalah
1.      Shalawatan masyarakat Madura Tanjung Hulu
2.      Giliran dalam shalawat dinilai kebiasaan dan tanggung jawab
3.      Acara shalawatan diawali dengan pembacaan surah Yasin
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Shalawatan Masyarakat Madura Tanjung Hulu
Masyarakat madura yang bermukim di Tanjung Hulu sangat kental dengan keagamaan, hingga tiap malam Jum’at dan malam Selasa masyarakat di sana selalu mengadakan acara shalawatan yang sudah menjadi tradisinya, bukan hanya shalawatan saja sebenarnya dalam kegiatan itu sebenarnya juga ada tahlilan dan Yasinan juga. Tapi kegiatan itu memang lebih akrab dengan shalawatan, karena didalamnya juga ada kegiatan membaca shalawat, terkadang ada shalawat yang diambil barzanji, simtudduror, ad-Diya’ul lami’ dan sebagainya. Acara shalawatan yang dilakasanakan itu memang rutin setiap minggu, jadi setiap malam Selasa dan juga malam Jum’at tidak ada isltilah bagi mereka untuk tidak mengadakan acara shalawatan. Yang dimaksud tradisi sendiri sebenarnya adalah segala sesuatu yang diwarisi  dari masa lalu. Jadi maksudnya semua hal atau semua kegiatan yang sudah ada sejak zaman dahulu lalu dilestarikan hingga sekarang itu dinamakan tradisi, ataupun kata lainnya adalah budaya. Tradisi ini merupakan ciptaan manusia baik berupa objek material, kepercayaan, khayalan, kejadian ataupun lembaga yang diwariskan dari sesuatu generasi ke generasi berikutnya. Yang mana tradisi atau kebudayaan ini tidak sepenuhnya harus diterima. Karena hak ciptanya bukan dari Nabi Muhammad ataupun Nabi-nabi yang lain, dan juga bukan dari Tuhan atau Allah. Melainkan hanyalah ciptaan makhluk yang bernama manusia belaka.
Diakrenakan ini menyangkut tradisi maka tentu tradisi antara suku yang satu derngan yang lainnya berbeda, dan antara negara yang satu dengan yang lainnya juga berbeda, begitupun antara satu golongan dengan golongan lainnya berbeda. Begitu halnya dengan budaya shalawatan. Mungkin pada suku lain atau pun di daerah lain akan berbeda bagaimana cara atau tradisi shalawatan, atau bahkan akan ada juga yang tidak menerima akan shalawatan karena di nilainya bid’ah. Perbedaan itu semua bersangkut paut pada golongan-golongan tertentu.
Atau juga membeciarakan hari pada tradisi shalawatan juga bisa saja berbeda. Karena menyesuaikan dengan kondisi-kondisi masyrakat-masyarakat di daerah masing-masing. Jika di Tanjung Hulu tradisi shalawatan diadakan pada malam Selasa dan malam Jum’at. Belum tentu di daerah lainnya juga sama. Buktinya di daerah pak Nese’ yang juga sama-sama masyrakatnya suku Madura melaksanakan kegiatan shalawatan pada hari Jum’at sore. Di kubu padi juga berbeda, di sana hanya melaksanakannya pada malam Jum’at sedangkan malam Selasanya tidak ada shalawatan lagi. Perbedaan ini disebabkan traidisi mereka yang menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada pada derah mereka masing-masing.
Shalawatan bagi mereka seakan-akan sudah menjadi kegiatan rutin yang wajib ada dalam tiap minggunya. Sehingga aktivitas mengaji al-Qur’an pada malam-malam itu di liburkan guna melaksanakan kegiatan shalawatan itu sendiri. Shalawatan yang selalu diadakan tiap malam Selasa dan Malam Jum’at ini juga ada keunikan tersendiri. Karena tidak sama seperti masyrakat pada umunmya yang mengadakan acara dalam satu hari bersamaan hingga tidak jarang dalam acara itu antara kaum Hawa dan kaum Adam akan bergabung di satu hari yang sama dan di satu tempt yang sama hanya di pisah oleh sekat. Namun terkadang pada masyarakat umumnya juga mengadakan acara yang mengundang antara kaum Adam dan kaum Hawa dalam satu tempat yang tidak dipisahkan oleh sekat itu tadi.
B.  Giliran Shalawat Dinilai Kebiasaan dan Tanggung Jawab
Shalawatan yang diadakan oleh masyarakat madura yang ada di sana bukan shalawatan yang sering kali di dengar di telinga kalangan islam dari suku-suku lain, shalawatan yang diadakan mereka memiliki keunikan tersendiri. Diantara kenikannnya itu ialah shalawatan yang dilaksanakan rutin tiap malam Selasa dan malam Jum’at ini bukan dilaksanakan atau diselenggarakan di masjid ataupun musholla, akan tetapi kegiatan rutin ini dilaksanakan di rumah-rumah warga, dengan bergiliran. Namun bukan berarti semua masyarakat Madura itu bergabung daerah itu, namun kegiatan ini semacam ada kesepakatan bersama sebelumnya, jadi timbullah beberapa macam kelompok-kelompok. Pengelompokan dalam kegiatan ini bukan berarti bertujuan untuk membuat kelompok-kelompok sendiri, sehingga tidak menunjukkan kekompakan. Masyarakat Madura di sana tataplah satu, tidak terpecah belah, meskipun dalam acara shalawatan ini mereka membuat semacam kelompok-kelompok tersendiri.
Pengolompokkan dalam kegiatan ini bukan tidak beralasan yang jelas, tapi sebaliknya alasan mereka tidak menyatuka semua masyarakat madura dalam kelompok itu karena jika semuia masyarakaty madura menyatu di dalam satu kelompok tentu membutuhkan ruangan yang sangat besar juga. Karena semua orang akan berada dalam satu tempat itu. Bisa saja dikumpulkan dalam satu ruimah yang tidak seberapa besar tapi yang lainnya harus di luar rumah, yang ditakutkan juga jika masyarakat di alihkan ke luar ruangan karena membludaknya masyarakat dan kecilnya ruangan, maka apabila suatu ketika turun hujan maka tentu kegiatan itu tidak akan berjalan dengan baik.
Mungkin sebagian orang akan sedikit bertanya kenapa shalwatan yang diadakan oleh masyarakat Madura itu tidak dilaksnakan di Masjid pada umumnya. Nah untuk membahas hal itu sebenarnya sangat sederhana tanggapan dari masyrakat Madura. Alasan pertama kenapa kegiatan itu tidak di alihkan ke Masjid yaitu agar tidak mengotori masjid, karena dalam acara shalawatan ini juga ada sesi makan-makannya. Makanan yang disediakan bukan hanya cucur atau kue-kue lainnya saja, melainkan juga dihidangkan dengan makanan berat seperti nasi, bisa saja kegiatan ini di alokasikan di Masjid dengan cara makan seperti nasi itu tidak dimakan di dalam Masjid itu sendiri melainkan harus di bawa pulang. Namun jika hal yang demikian yang dijalankan maka akan kurang mengena bagi masyrakat madura, karena keakraban atau kekeluargaannya akan terasa kurang.
Kegiatan itu dialokasikan di rumah-rumah dengan cara bergiliran ini juga memiliki tujuan tersendiri. Diantara tujuan itu adalah agar rasa keakrabannya lebih mengena. Jika sudah dialokasikan di rumah atau kegiatannya diadakan di rumah-rumah dengan bergantian tentu tamu yang datang setidaknya ada saling tegur sapa dengan ahlul bait atau pemilik rumahnya. Namun coba di bayangkan kembali jika kegiatannya di Masjid belum tentu tegur sapa itu akan ada terkecuali pada orang-orang yang dikenalnya saja. Tentunya jika di rumah-rumah secara bergiliran selaku tuan rumah atau ahlul bait akan selalu di sapa ole tiap tamu, hingga terjalinlah keakraban. Karena diadakan dengan bergiliran tentu semuanya pasti akan saling sapa seperti itu. Sehingga jika lebaran atau kejadian apa yang sedang menimpa tetangganya tentu selaku tetangga yang sudah akrab, sudah saling sapa, sudah menyatu akan merasakan iba serta membantu keluarganya yang kesulitan itu sendiri. Tidak terkecuali ketika ada tetangganya yang membangun rumah, jika ada tetangga yang membangun rumah pasti tetangga yang lain itu juga akan membantunya selagi mereka mampu. Karena keakraban, serta rasa kekeluargaan, atau solidaritasnya sudah sangat kental dalam hatinya.
Makan bersama yang dilakukan masyarakat madura sebenarnya juga bertujuan agar mereka terlihat lebih akrab. Jika inisiatif seperti tadi yang makanannya di bawa pulang tentu kurang berkesanlah rasa kekeluargaannya. Namun jika sudah seperti ini (makan bersama) tentu akan terlihat lebih akrab. Karena di sela-sela mereka makan atau sebelum atau sesudah mereka makan pasti ada hal yang akan selalu mereka perbincangkan hinggga dari perbincangan itulah mulai timbul rasa persaudaraan. Dan jika kita pikir kembali kalau saja dialokasikan di Masjid mereka akan lebih sedikit waktu untuk ngobrol atau semacamnya. Dan tentunya di dalam masjid juga tidak diperbolehkan membcirakan soal hal-hal yang berbau duniawi.
Shalawatan bergiliran ini juga mengajarkan akan masyarakat di sana akan tanggung jawab. Karena pada dasarnya shalawatan yang diadakan di rumah-rumah secara bergiliran memang mengajarkan akan tanggung jawab. Bagaimana mereka melaksanakan kegiatan itu di rumahnya, sejauh mana mereka menyiapkan kegiatan itu sendiri. Hingga dengan demikian juga mereka akan lebih tahu bagaimana memikul tanggung jawab sebaiknya, serta bagaimana juga bertanggung jawab dalam berkeluarga. Selain mengajarkan mereka akan tanggung jawab, dalam tradisi ini juga mengajarkan bagaimana seharusnya mereka berbagi akan hartanya walaupun tidak memiliki harta atau kekayaan yang melimpah. Yang terpenting bagaimana bisa berbagi kepada sesama, maka tidak heran jika masyarakat Madura mengadakan acara, baik itu tahlilan, pernikahan, akikah, ataupun yang lain-lainpasti mereka tidak menyiapkan undangan. Mereka hanya langsung mengajaknya saja tanpa ada undangan resmi, jadi jika ada acara tentunya semua orang boleh hadir dalam acara itu tanpa ada batasan. Karena rasa persaudaraan mereka itu sudah amat kental. Maka juga tidak heran jika ada acara di dapur itu banyak tetangga wantita yang menyiapkan hidangan itu sendiri. Tanpa ada aba-aba sebelumnya mereka akan siap membantu. Begitu juga yang lelaki, yang lelaki juga membantu bagaimana mengatur sound system, serta alat-alat yang digunakan lainnya. Rasa persaudaraan itulah yang membuat mereka seperti itu.
Tapi coba lah kita lihat di komplek-komplek, pasti kita akan merasakan hawa yang berbeda di sana. Bukannya ingin menjelekkan orang yang tinggal di daerah komplek, tidak semua yang berada di komplek-komplek jelek Cuma sebagian aja. Di komplek-komplek atau perumahan di sana keakrabannya sangatlah kurang. Hingga mengerjakan sesuatu haruslah sendiri tanp ada yang membantu. Kecuali ada tetangga yang memang kebetulan sudah terbiasa ngobrol bareng, atau sudah dekat dengannya.
Kegiatan shlawatan ini sebenarnya juga mengajarkan kepada anak muda agar tidak keluyuran kemana-mana pada malam hari. Dari pada keluyuran kemana-mana yang tidak tahu persis arah tujuannya kemana lebih baik shalawatan, dapat juga pahalanya. Shalawatan ini mengajarkan kepada mereka akan berbuat baik, mengingat akhirat, agar mereka juga sadar bahwa kehidupan bukan hanya di dunia saja tetapi setelah ini mereka akan bertemu juga akan kehidupan selanjutnya, kehidupan yang akan kekal di dalamnya yaitu kehidupan di akhirat. Serta mengajarkan kepada mereka juga mengenang atau mengingat bagimana perjuangan baginda Rasululllah SAW. Dalam menjalani kehidupan, serta agar mereka dapat mencontoh atau mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
Jadi pada intinya dari semua kegiatan shalawatan yang dalam tradisi Madura ini menitik beratkan akan akan solidaritas, agar mereka hidup tidak penuh dengan keegoisan semata. Mereka ingin masyarakat Madura itu hidup dengan kedamain, tanpa ada perselisihan, jika ada masalah diselesaikan bersama. Shalawatan diadakan pada dua malam yang berbeda itu juga memiliki maksud dan tujuan juga sebenarnya. Diantara maksud dan tujuannya yaitu agar rumah tidak kosong, karena jika dilaksnakan pada satu hari yang sama maka rumah akan kosong hingga dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti ada maling yang masuk ke rumahnya, ataupun ada keluarga mereka yang datang dari tempat yang jauh, hingga Ia menunggu lama di depan rumahnya. Jika di adakan di dua malam yang berbeda kan jelas akan ada yang diam di rumahnya. Karena pada malam Selasa shalawatan bagi ibu-ibunya dan yang bertugas diam di rumah tehntu Ayahnya atau yang lelaki, dan jika malam Selasa kegiatan shalawatan adalah khusus bagi yang Pria atau Lelaki, tentu gantian sekarang bagian yang istri atau yang perempuan diam di rumahnya takut ada keluarga yang datang dari tempat yang jauh, atau atau takut juga rumahnya di bobol maling. Yang jelas mereka kan tidak tahu jika siatu saat keluarganya akan datang tanpa ada konfirmasi terlebih dahulu ataupu tiba-tiba ada maling. Karena pada dasarnya kewaspadaan tetaplah lebih baik sama saja dengan kata-kata lebih baik mencegah dari pada mengobati. Selain itu pula fungsinya agar tidak ada campur aduk anatara yang wanita dengan yang lelaki. Jika di gabung tentu akan terjadi campur aduk antara wanita dan lelaki.
C.  Shalawatan Diawali Dengan Pembacaan SurahYasin
Shalawatan yang diadakan oleh masyarakat Madura sejatinya bukan hanya kegiatan shalawatan saja. Namun sebelum shalawatan biasanya diawali dengan pembacaan surah Yasin. Karena pembacaan Yasin sudah menjadi tradisi tersendiri bagi masyarakat Madura. Mayoritas masyarakat madura tiap malam Selasa dan malam Jum’at memang selalu membaca surah Yasin yang ditujukan kepada baginda Rasul, auliya’ yang telah wafat, ulama’ yang telah wafat, serta keluarga mereka yang telah mendahuluinya.
Dengan adanya kegiatan shalwatan yang diawali dengan pembacaan Yasin inilah masyarakat akan lebih cepat mahir akan bacaan surah Yasin bahkan sebagian diantara mereka sudah bisa hafal surah Yasin di luar kepala. Maka jangan heran jika anak kecil dari golongan mereka cepat mahir membaca surah Yasin bahkan bisa membaca tanpa memegang buku panduan. Karena semenjak kecil mereka ikut orang tuanya menghadiri acara shalawatan  yang selalu diawali dengan pembacaan surah Yasin itu sendiri. Jika semenjak kecil sudah terbiasa membaca surah Yasin maka tentu ketika sudah tumbuh dewasa maka jangan ditanyakan lagi akan hal itu. Tentu mereka sudah mahir membaca surah Yasin itu sendiri bahkan sudah bisa membaca tanpa buku pedoman dalam artian mereka sudah hafal.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Shalawatan masyarakat madura tidak sama dengan shalawatan yang diadakan oleh suku-suku lainnya. Karena setiap suku memiliki ciri khas ataupun adat istiadat tersendiri. Bukan perbedaan suku yang membuat ciri khas dari shalawatan itu berbeda perbedaan letak geografis ataupun perbedaan tempat atau lokasi juga dapat membuat kegiatan shalawatan sesama masyarakat madura berbeda dalam menentukan hari pelaksanaannya. Lihat saja antara daerah Tanjung Hulu dengan daerah Desa Pak Nese’, di Tanjung Hulu kegiatan rutin yang berupa shalawatan ini dilaksanakan tepat pada malam Jum’at bukan hanya malam Jum’at itu sendiri melainkan pada malam Selasa juga diadakan kegiatan rutin shalawatan ini. Yang pada malam Jum’at dikhususkan untuk kaum Adam sedangkan yang pada malam Selasa sendiri dikhususkan hanya untuk kaum Hawa. Sedangkan di Desa Pak Nese’ kegiatan shalawatan ini hanya dilaksanakan  pada hari Jum’at saja. Bukan malam Jum”at ataupu malam Kamis.
Kegiatan shalawatan ini juga dilaksanakan dengan cara yang berbeda. Jika pada umumnya shalawatan dilaksanakan di dalam Masjid, kegiatan shalawatan masyarakat Madura ini diselenggarakan di rumah-rumah. Penyelenggaraan di rumah-rumah ini secara bergantian. Jika seandainya hari ini diselenggarakan di rumah pak Rahmad maka seminngu kemudian diselenggarakan di rumah tetangganya, dan seterusnya sampai kembali ke rumah yang awal kembali.
Shalawatan yang diadakan bergantian ini memberikan pelajaran akan rasa tangggung jawab akan hal itu. Sehingga sejak jauh-jauh hari masyarakat sudah menyiapkan berupa materi atau sebagainya yang berhubungan dengan kegiatan shalawatan ini. Bukan hanya itu kegiatan ini juga bertujuan untuk membangun rasa persaudaraan anatara sesama mereka. Maka tidak heran jika suatu ketika tetangganya membangun rumah ataupun merenovasi rumah tetangga yang lain juga turut membantunya.
Shalawatan rutin yang diadakan tiap malam Jum’at dan malam Selasa itu sejatinya bukan hanya kegiatan shalawatan. Tetapi di dalamnya juga ada Yasinan, yang mana Yasinan ini di baca sebelum shalawatan, artinya shalawatan itu dimulai dengan pebacaan surah Yasin. Karena Yasinan ini merupakan bacaan yang sudah mentradisi dikalangan masyarakat madura yang selalu dibaca tiap malam Selasa dan malam Jum’at. Hingga aktivitas mengajipun saat itu diliburkan. Anak-anak yang mengaji di sarankan untuk mengikuti shalawatan yang mana dalam shalawatan itu juga di mulai dengan membaca surah Yasin. Maka tidak jarang anak-anak kecil dikalangan masyarakat madura itu sudah bisa membaca surah Yasin dengan lancar bahkan juga ada yang sudah hafal karena sudah terbiasa membacanya.

B.  Saran
Pada dasarnya banyak kebudayaan atau tradisi madura yang sangat bernilai harganya. Termasuk diantaranya kebudayaan shalawatan ini sendiri. Penulis sejatinya berharap akan kebudayaan atau tradisi ini tetap eksis dimasa-masa yang akan datang. Banyak hal yang dapat diambil sisi baiuknya dari tradisi ini. Jika masyarakat madura tetap menjalankan tradisi ini maka insyaallah barang tentu keakraban dalam suatu desa ataupun dalam suatu daerah akan lebih terjalin dengan baik.
Penulis juga minta maaf jika dalam penulisan makalah ini ada kata-kata yang kurang bekenan di hati para pembaca. Kritik dan sarandari pembaca sangatlah penulis harapkan. Terutama kritik dan saran dari dosen yang mengampu mata kuliah ini yaitu al mukarram Dr. Zaenuddin, M. A beserta al Mukarram Baharuddin, M. Si.  Melalui kritik dan saran dosen pengampu mata kuliah Islam Budaya Lokal inilah penulis dapat membuat makalah yang sangat sederhana ini menjadi makalah yang super.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar