Puji dan syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita
semua sebagai insan yang senantiasa ingin menyempurnakan budi pekerti dalam
mencapai derajat yang tinggi di sisi-Nya, karena dengan limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Potensi Positif Atas Manusia”, untuk memenuhi kebutuhan mata
kuliah Tafsir Dakwah.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. H. Hasbullah Diman, M.A dan Zulkifli, A.H,
S. Pd, M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Tafsir Dakwah, yang sangat
membantu dan memberikan bimbingan, sehingga makalah ini tersusun.
Kami
menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan perlu penyempurnaan lagi.
Untuk itu, kami sangat mengharapkan bantuan kritik dan saran dari semua pihak
untuk penyempurnaan makalah ini.
Pontianak,
15 Desember 2014
Penyusun
Membahas
tentang sesutu hal yang berhubungan dengan manusia tidak akan ada habis-habisnya didiskusikan. Aliran
humanistik yang menganggap bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi
yang baik, minimal le-bih banyak baiknya daripada buruknya karena aliran ini
memandang manusia sebagai makhluk yang otoritas atas kehidupannya sendiri.
Islam memandang manusia tidk bersifat Deterministik. Akan tetapi islam
memberikan kemuliaan kepada manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Manusia
juga memiliki bentuk yang terbaik dari seluruh makhluknya dan mempunyai
kekuasaan utnuk merubah sendiri kondisi dirinya. Manusia dijadikan Allah
sebagai khalifah di bumi. Manusia sebagai makhluk terbaik.Manusia sebagai
makhluk perubah. Manusia memiliki kesadaran moral. Keberadaan manusia di muka
bumi bukan-lah ada dengan sendirinya. Manusia diciptakan Allah dengan dibekali
potensi dan infrastruktur yang unik. Keunikan dan kesempurnaan bentuk manusia
bukan saja dilihat dari bentuknya, akan tetapi juga dari karakter dan sifatnya.
1.
Apa
pengertian manusia ?
2.
Apa
pengertian potensi atas manusia ?
3.
Apa
saja potensi – potensi yang terdapat atas manusia ?
Ada
tiga kata yang digunakan Al Quran untuk menunjuk kepada manusia. Menggunakan
kata yang terdiri dari huruf Alif, nun, dan sin semacam insan, ins,
nas, atau unas. Menggunakan kata basyar, bani adam,
dan zurriyah adam.
Uraian
tersebut mengarahkan pandangan secara khusus kepada kata basyar, dan
kata insan. Kata basyar yang
terambil akar kata yang pada mulanya penampakan sesuatu dengan baik dan indah.
Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit, manusia
dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit
binatang yang lain. (M. Quraish Syihab, 2013 : 367).
Bukan
hanya itu kata basyar yang digunakan dalam al-Qur’an juga bermaksud untuk
memberikan makna proses kejadian manusia sebagai basyar ini melalui tahap-tahap. Dalam hal ini dipertegas
dalam Al-Qur’an surah Al-Rum ayat 20 yang
berbunyi :
ومن ايته ان خلقكم من تراب ثم اذا انتم
تنتشرون
“Dan diantara kekuasaan-Nya (Allah) menciptakan kamu dari tanah,
dan kemudian kamu menjadi basyar kamu bertebaran.” Dari ini dapat diambil
kesimpulan bahwa basyar ini melalui tahap-tahap sehingga mencapai kedewasaan.
Demikian terlihat basyar dikaitkan dengan dengan kedewasaan dalam kehidupan
manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Dan karena itu pula,
tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar. Sedangkan
kata insan terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan
tampak.
Potensi
diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik
yang belum terwujud maupun yang telah
terwujud yang dimiliki seseorang tetapi belum sepenuhnya terlihat atau
dipergunakan secara maksimal. Sejatinya manusia memiliki berbagai macam
potensi. Yang mana hal ini jelas tertera dalam ayat suci Al Qur’an tentang
manusia adalah sifat-sifat dan potensi atasnya. Dalam hal ini ditemukan ayat
yang memuji dan memuliakan manusia seperti pernyataan tentang terciptanya
manusia dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya (QS Al-Tin : 5)
“sesungguhnya
kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Penegasan
tentang dimuliakannya makhluk ini dibandingkan dengan kebanyakan makhluk-makhluk
Allah yang lain (QS Al Isra’ : 70),
“Dan sungguh,kami telah
memuliakan anak cucu Adam, dan kami angkut mereka di darat dan di laut, dan
kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka di atas
banyak makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” Tetapi
disamping itu sering pula manusia mendapat celaan Tuhan karena ia amat aniaya
dan mengingkari nikmat
“
Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan
jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.
Sungguh manusia itu sangat Zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS
Ibrahim : 34). Ini bukan berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an bertentangan satu
dengan yang lain akan tetapi ayat-ayat tersebut menunjukkan beberapa kelemahan
manusia yang harus dihindarinya. Disamping menunjukkan bahwa makhluk ini
mempunyai potensi atas dirinya untuk menempati tempat tertinggi sehinga ia
terpuji atau berada di tempat yang rendah sehingga ia tercela. Al-Qur’an
menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan setelah sempurna
kejadiannya dihembuskanlah kepadanya ruh Ilahi
(QS Shad : 71-72). Hal ini jelas bahwa manusia merupakan kesatuan dua unsur
pokok yang tidak dapat dipisahkan karena bila dipisahkan maka ia bukan manusia
lagi. (M. Quraish Syihab, 2013 : 372).
Potensi
atas manusia dijelaskan oleh Al-Qur’an antara lain melalui kisah Adam dan Hawa
yang sebetulnya kisah ini dari ayat 30 sampai 39. Namun penulis hanya
menuliskan sedikit ayat permulaannya. (QS Al-Baqarah : 30).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa sebelum
kejadian Adam Allah telah merencanakan agar manusia memikul tanggung jawab kekhalifahan
di bumi. Mausia dipilih oleh Allah sebagai khalifah di bumi karena
manusia memiliki berbagai potensi. Di
samping tanah atau jasmani dan Ruh Ilahi atau akal dan Ruhani makhluk
ini dianugerahi pula :
1.
Potensi
untuk mengetahui nama dan fungsi benda-benda alam.
2.
Pengalaman
hidup di surga, baik yang berkaitan dengan kecukupan dan kenikmatannya, maupun
rayuan iblis dan akibat buruknya.
3.
Petunjuk-petunjuk
keagamaan. (M. Quraish Syihab, 2013 : 373).
C. Macam – Macam Potensi Atas
Manusia
Manusia memiliki
potensi diri yang dapat dibedakan menjadi 5 macam yakni :
·
Potensi
Fisik
Potensi ini dapat
digunakan sesuai fungsinya untuk saling membagi kepentingan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
·
Potensi
Mental Intelektual
Potensi ini adalah
kecerdasan yang terdapat di otak manusia terutama otak bagian kiri. Fungsi dari
potensi untuk merencanakan sesuatu, menghitung dan menganalisis.
·
Potensi
Sosial Emotional
Potensi ini sama dengan
potensi mental intelektual tetapi potensi in terdapat pada otak bagian kanan.
Fungsinya untuk bertanggung jawab, mengendalikan amarah, motivasi dan kesadaran
diri.
·
Potensi
Mental Spiritual
Potensi ini merupakan
potensi kecerdasan yang berasal dari dalam diri manusia yang berhubungan dengan
kesadaran jiwa bukan hanya untuk mengetahui norma, tapi menemukan norma.
·
Potensi
Daya juang
Secara tegas Al-Qur’an mengemukakan
bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah dan Nur Ilahi melalui proses
yang tidak dijelaskan rinciannya. Isyarat yang menyangkut unsur immaterial
ditemukan antara lain dalam uraian tentang sifat-sifat manusia dan dari uraian
tentang fitrah, nafs, qalb, dan ruh yang menghiasi
manusia.
Ø Fitrah
Kata fitrah diambil
dari kata al fathra yang berarti belahan dan dari makna ini lahir
makna-makna yang lain seperti penciptaan dan kejadian. Fitrah manusia adalah
kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak lahir. Dalam Al-Qur’an kata ini
dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali, 14 diantaranya membahas
tentang penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah
Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia. Ditemukan sekali yakni
pada surah Al-Rum ayat 30.
Merujuk kepada fitrah
yang dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal
kejadiannya membawa potensi beragama yang lurus dan dipahami oleh para Ulama
sebagai Tauhid. Dan dapat dipahami juga bahwa fitrah adalah bagian dari
penciptaan Allah. Jika kita memahami kata La pada ayat tersebut dalam
arti tidak ini berarti bahwa seseorang tidak dapat menghindar dari fitrah
tersebut. Dalam konteks ayat ini berarti bahwa fitrah keagamaan akan melekat
pada diri manusia untuk selama-lamanya. Tetapi apakah fitrah manusia hanya
terbatas pada fitrah keagamaan ? jelas tidak. Bukan karena redaksi ayat ini
tidak dalam bentuk pembahasan tetapi karena masih ada ayat-ayat lain yang
membicarakan tentang penciptaan potensi atas manusia walaupun tidak menggunakan
kata fitrah. (QS Ali Imran : 14).
Oleh karena itu tepat
sekali kesimpulan Muhammad bin Asyur dalam tafsirnya tentang surah Ar-Rum ayat
30 yang menyatakan bahwa :
“fitrah adalah bentuk
dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan
dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan
dengan jasmani dan akalnya serta ruh nya.”
Ø Nafs
Secara umum dapat
dikatakan bahwa nafs dalam konteks manusia, merujuk kepada sisi dalam
manusia yang berpotensi baik dan buruk. Dalam pandangan Al Quran, nafs
diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta
mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam
manusia inilah yang oleh Al Quran dianjurkan untuk diberi perhatian yang besar.
Sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS Asy Syams : 7-8 yang berbunyi :
“ Demi nafs
serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kefasikan dan
ketaqwaan “ .
Mengilhamkan berarti
memberi potensi agar manusia melalui nafs dapat menangkap makna yang
baik dan buruk. Menurut Al Quran dengan terminologi kaum sufi oleh Al Qusyairi
dalam risalahnya mengatakan bahwa “ Nafs dalam pengertian kaum sufi
adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk ” . Walaupun Al
Quran menegaskan bahwa nafs berpotensi kepada hal yang positif dan
negatif, diperoleh pula bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia ebih kuat
dari potensi negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada
daya tarik kebaikan. Karena itu manusia dituntut untuk memelihara kesucian nafs
dan tidak mengotorinya sesuai dengan firman Allah QS Asy-Syams : 9 – 10 yang
berbunyi :
“ Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang menyucikannya dan merugilah orang-orang yang
mengotorinya “. ( M Quraish Syihab, 2013 : 378 )
Berbicara kecendrungan
kepada kebaikan lebih kuat dipahami dari isyarat beberapa ayat, anta lain
firman Allah dalm QS Al Baqarah : 286 yang berbunyi :
“Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Nafs memperoleh
ganjaran dari apa yang di usahaknnya, dan memperoleh siksa dari apa yang
diusahakannya “.
Kata kasabat dalam
penggalan ayat di atas merujuk kepada usaha baik memperoleh ganjaran dan unutk
menggmbarkan pekerjaan yang dilakukan dengan mudah, sedangkan iktasabat sesuatu
yang digunakan untuk menunjuk kepada hal yag sulit lagi berat. Menurut Muhammad
Abduh, mengisyaratkan bahwa nafs pada hakikatnya lebih mudah melakukan
hal-hal yang baik daripada melakukan kejahatan, dan pada gilirannya
mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya diciptakan Allah untuk melakukan
kebaikan. Ayat lain yang sejalan dengan isyarat tersebut dalam QS Al Infithar :
6-7 yang berbunyi :
“ Wahai manusia ! Apa
yang memperdayaknmu ( berbuat dosa ) terhadap Tuhanmu yang telah menciptakan
engkau, menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan engkau “ Adil “ (Seimbang atau
cenderung kepada keadilan) “ .
Kata “ menjadikan
engkau adil “ dipahami sebagai kecendrungan berbuat adil. Karena dengan
pemahaman seperti ini, menjadi amat lurus kecaman Allah terhadap manusia yang
mendurhakainya. (M Quraish Syihab, 2013 : 379)
Apa yang ada dalam nafs dapat juga muncul dalam mimpi, oleh Al Quran
pada garis besar di bagi menjadi dua pokok. Dan dalam wadah nafs
terdapat Qalb.
Ø Qalb
Qalb amat berpotensi
untuk tidak konsisten. Al Quran menggambarkn demikian, ada yang baik dan ada
pila sebaliknya.
Qalb disini tidak di
maknai sebagai hati yang ada pada mansia. Qalb lebi mengarah kepada aktivitas
rasa yag bolak balk kadang susah kadang seanang kadang setuju dan kadang
menolak. Qalb berhubungan dengan keimanan. Merupakan wadah dari rasa takut,
cinta kasih , sayang dan keimanan. Karena Qalbu ibarat sebuah wadah, ia
berpotensi menjadi kotor maupun bersih.
Membersihkan Qalbu
adalah salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan. ( M Quraish Syihba , 2013
: 384 )
Al Quran juga menegaskan bahwa Allah dapat
mendinding manusia dengan kalbunya dalam QS Al Anfal : 24 yang berbunyi :
“ Dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya “
Salah satu makna ayat
ini aadalah bahwa Allah menguasai qalbu manusia, sehingga mereka yag merasakan
kegundahan dan kesulitan dapat bermohon kepada Allah untuk menghilangkan
kerisauan dan penyakit Qalbu yang dideritanya.
Ø Akal
Manusia memiliki
poetnsi akal yang dapat menyusun konsep-konsep, mengembangkan dan mengemukakan
gagasan. Dengan potensi ini manusia dapat melaksanaan tugas-tugasnya sebagai
pemimpin di muka bumi.
Al Quran menggnakannya
bagi sesuatu yag mengikat atau mengahlangi seseorang terjerumus dalam kesalahan
dan dosa. Al Quran tidak menjelaskan secara eksplisit, namun dari konteks ayat-ayat
yang menggunakan akar kata aql dapat di pahami bahwa :
·
Daya
untuk memahami dan menggambarkan sesuatu sesuai dengan QS Al Ankabut : 43 yang
berbunyi :
“ Demikian itulah
perumpamaan-perumpaman yang Kami berikan kepada manusia, tetapi tidak ada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang alim ( berpengetahan ) “.
·
Dorongan
moral , firman Allah QS Al An’am : 151 :
“ dan jangan lah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang tampak atau yang tersembunyi, dan
jangan lah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah dengan sebab yang benar.
Demikian itu diwasiatkan Tuhan kepadamu, semoga kamu memiliki dorongan moral
untuk meninggalkannya “ .
·
Daya
untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah
Ø Ruh
Manusia
memiliki ruh. Ada uyang mengatakan bahwa ruh pada manusia adalah nyawa.
Sementara yang lain mengatakan bahwa ruh pada manusia sebagai dukungan. Soal
ruh ini memang bukan urusan manusia karena manusia memiliki sedikit ilmu
pengetahuan.Berbicara tentang ruh, Al Quran mengingatkan kita akan firmannya
dalam QS Al Isra : 85 yang berbunyi :
“
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah : Ruh adalah urusan Tuhan
Ku, kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit “ .
Yang
menambah sulitnya persoalan adalah bahwa kata ruh terulang 24 kali dengan
konteks yang berbeda-beda dan berbagai
makna. Kata ruh yang dikaitkan dengan manusia juga dalam konteks yang bermacam-macam.
Ruh
adalah himpunan yang terorganisasi , yang saling mengenal akan bergabung dan
yang tidak saling mengenal akan berselisih. ( M Quraish Syihab, 2013 : 386 )
Yang
banyak di bicarakan dalam Al Quran adalah membahas tentang manusia berupa sifat
dan potensinya.Ditemukan ayat yang meuji tentang kedudukan dan terciptanya
manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya, Manusia merupakan makhluk yang
dimuliakan diantara makhluk – makhluk yang lain . Potensi diri ini merupakan
keuata , kemampuan baik yang terwujud ataupun yang belum terwujud yang dimiliki
seseorang walaupun belum sepenuhnya digunakan secara maksimal. Manusia memiliki
5 macam potensi yakni potensi fisik, potensi mental intelektual, potensi sosial
emosional, potensi mental spiritual dan potensi daya juang. Sedangkan potensi
atas manusia menurut islam yakni potensi fitrah. Nafs, Qalb, ruh , dan
Akal.
Sejatinya
manusia memiliki berbagai macam potensi. Yang mana hal ini jelas tertera dalam
ayat suci Al Qur’an tentang manusia adalah sifat-sifat dan potensinya. Dalam
hal ini ditemukan ayat yang memuji dan memuliakan manusia seperti pernyataan
tentang terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya (QS
Al-Tin : 5), penegasan tentang dimuliakannya makhluk ini dibandingkan dengan
kebamyakan makhluk-makhluk Allah yang lain (QS Al Isra’ : 70), tetapi disamping
itu sering pula manusia mendapat celaan Tuhan karena ia amat aniaya dan
mengingkari nikmat (QS Ibrahim : 34). Ini ukan beararti bahwa ayat-ayat
Al-Qur’an bertentangan satu dengan yang lain akan tetapi ayat-ayat tersebut
menunjukkan beberapa kelemahan manusia yang harus dihindarinya. Disamping
menunjukkan bahwa makhluk ini mempunyai potensi untuk menempati tempat
tertinggi sehinga ia terpuji atau berada di tempat yang rendah sehingga ia
tercela. Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan setelah
sempurna kejadiannya dihembuskanlah kepadanya ruh Ilahi (QS Shad : 71-72). Hal ini jelas bahwa manusia merupakan
kesatuan dua unsur pokok yang tidak dapat dipisahkan karena bila dipisahkan
maka ia bukan manusia lagi.
Secara tegas Al-Qur’an mengemukakan
bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah dan Nur Ilahi melalui proses yang
tidak dijelaskan rinciannya. Isyarat yang menyangkut unsur immaterial
ditemukan antar lain dalam uraian tentang sifat-sifat manusia dan dari uraian
tentang fitrah, nafs, qalb, dan ruh yang menghiasi
manusia.
Ø Fitrah
Kata fitrah diambil
dari kata al fathra yang berarti belahan dan dari makna ini lahir
makna-makna yang lain seperti penciptaan dan kejadian. Fitrah manusia adalah
kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak lahir.
Ø Nafs
Dalam pandangan Al
Quran, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi
menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena
itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al Quran dianjurkan untuk diberi
perhatian yang besar. Apa yang ada dalam nafs dapat juga muncul dalam mimpi, oleh Al Quran pada
garis besar di bagi menjadi dua pokok. Dan dalam wadah nafs terdapat Qalb.
Ø Qalb
Qalb amat berpotensi
untuk tidak konsisten. Al Quran menggambarkn demikian, ada yang baik dan ada
pila sebaliknya.
Ø Akal
Manusia memiliki
poetnsi akal yang dapat menyusun konsep – konsep, mengembangkan dan
mengemukakan gagasan. Dengan potensi ini manusia dapat melaksanaan tugas –
tugasnya sebagai pemimpin di muka bumi.
Ø Ruh
Manusia
memiliki ruh. Ada uyang mengatakan bahwa ruh pada manusia adalah nyawa.
Melalui
makalah yang begitu singkat ini penulis berharap pembaca dapat memahami secara
mendalam akan potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia. Karena sejatinya
meskipun manusia ini merupakan makhluk yang banyak celahnya namun dalam hal ini
manusia juga memiliki potensi-potensi yang secara jelas diterangkan dalam ayat
suci Al-Qur’an. Penulis juga berharap akan kritik dan saran dari pembaca
terutama kritik dan saran dari dosen yang membimbing kami dalam menulis makalah
ini. Agar nantinya penulis dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.
Muhammad
Ali Ash Shabuny . 2000. Cahaya Al Quran . Jakarta : Pustaka Al kautsar
Muhammad
Naib Ar Rifa’i . 1999. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta : Gema
Insani
M
Quraish Syihab. 2013. Wawasan Al Quran. Bandung : Mizan Media Utama. Cet
I
Http.//nailasientus.blogspot.com/2013/04/makalah-tafsir=tentang-potensi-manusia.html
Post Minggu,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar