Selasa, 30 Desember 2014

makalah Thaharah

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang di berikan oleh dosen pembimbing dalam mata kuliah Fiqih.  Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada pemimpin paling mulia, manusia yang paling baik akhlaknya yaitu Nabi Muhammad SAW , kepada keluarganya, para sahabat serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.  Amin
Makalah ini berjudul “Thaharah” yang nantinya akan memberikan pemahaman kepada pembaca tentang hal-hal yang berkaitan dengan thaharah. . Mungkin penulis tidak bisa membuat makalah ini sesempurna mungkin. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan dari para pembaca. Khususnya dari dosen yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah ini.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada dosen pembimbing saya yang telah memberikan arahan dan juga kepada orang-orang di sekitar saya yang telah membantu saya dalam mendapatkan sumber-sumber materi yang bisa saya jadikan pedoman untuk menyelesaikan makalah ini.


                                                                                              Pontianak, 26 Maret 2014

                                                                                            Penyusun


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………...  i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..   ii

BAB  I     PENDAHULUAN .................................................................................  1
A.    Latar Belakang………….………………………………………….   1
B.     Rumusan Masalah……………………………………………….....   1

BAB II   PEMBAHASAN…………………….………………………………....    2
A.    Makna Thaharah..... ……………………………………………….    2
B.     Wudu’……………………………………………………………...   4
C.     Tayamum…………………………………………………………...  4
D.    Mandi……………………………………………………………….  5

                                                                                                        
BAB III  PENUTUP……………………. ……………………………………….   6
A.    Kesimpulan…………………………………………………… …   6
B.     Saran………………………………………………………… …..   8
               

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………................................  9
           


BAB I
 PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Dalam berbagai macam kitab yang menjelaskan tentang fiqih selalu saja bab thaharah berada pada bab yang paling awal atau paling utama. Hal itu terjadi dikarenakan thaharah adalah bagian yang paling penting dipelajari. Melaksanakan shalat tanpa thaharah maka tentu saja shalat yang dikerjakan tidak sah. Dalam artian jika ada seseorang yang mengerjakan shalat tanpa bersesuci terlebih dahulu maka shalat yang ia kerjakan itu sia-sia. karena pada dasarnya islam memang mewajibkan setiap orang yang ingin melaksanakan shlat itu harus suci.
Mungkin masih banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis tentang pentingnya thaharah. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahsanya juga ada orang yang tahu akan thaharah namun mengabaikannya. maka dari pada itu penulis akan mencoba sedikit menjelaskan apa-apa yang penulis ketahui tentang thaharah dari berbagai sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah ini umat islam sadar akan pentingnya thaharah dan tidak mengabaikan pentingnya thaharah kembali.
B.        Rumusan Masalah
1.   Apa makna dari thaharah ?
2.   Apa saja bagian-bagian dari thaharah ?
3.   Apa saja yang bisa digunakan untuk bersuci ?
4.   Ada berapa pembagian air dan jelaskan ?
5.   Jelaskan pengertian dari wudu’, tayamum, dan mandi ?
6.   Jelaskan rukun-rukun , tayamum, dan mandi ?
7.   Apa pentingnya thaharah ?
                  



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Makna Thaharah
“Thaharah adalah mengerjakan sesuatu, yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa melaksanakan hal tersebut”. (mabaadiul Fiqh juz 3, Umar Abdul Jabbar : 8).  Yang dimaksud mengerjakan sesuatu di atas yaitu bersesuci. Yang mana bersesu-ci ini terbagi ke dalam dua bagian lagi. Yang pertama yaitu bersuci dari hadas dan yang kediua bersesuci dari kotoran atau najis. Yang dimasud bersuci dari hadas itu sendiri yaitu berwudu’, mandi besar, dan juga tayamum sebagai pengganti dari wu-du’. Sedangkan yang dimaksud dari bersuci dari  kotoran ataupun najis itu sendiri yaitu istinja’, dan menghilangkan najis dari badan, pakaian dan tempat.
Sedangakan alat untuk bersesuci titu sendiri ada beberapa macam diantaranya yaitu air, debu, batu, disamak. Melalui macam-macam alat bersesuci itu sendiri maka telah dijelaskan oleh ulama bahwasanya alat bersesuci air itu sendiri  terbagi menjadi tiga bagian. Yaitu air thahhir muthahhir (air mutlak), air thahhir ghairu muthahhir, dan air mutanajjis. Namun di dalam kitab lain di jelaskan pula bahwa air itu terbagi menjadi empat bagian yaitu air thahhir muthahhir, air thahhir ghairu muthahhir, air mutanajjis, dan air musyammas.
Air thahhir muthahhir (air mutlak) yaitu setiap air yang turun dari langit ataupun keluar dari bumi yang mana keluarnya tersebut tetap seperti asal kejadiannya serta salah satu sifatnya air tidak berubah sebab ada sesuatu yang mencampurinya. (Mabaadiul Fiqh juz 4, Umar Abdul Jabbar : 3). Diantara macam-macam air thahhir muthahhir yaitu :
1.   Air hujan.
2.   Air laut.
3.   Air sungai.
4.   Air sumur.
5.   Air mata air (sumber).
6.   Air es (salju).
7.   Air embun.
Air thahhir ghairu muthahhir yaitu air yang suci namun air tersebut tidak dapat digunakan untuk bersuci. Diantara contoh yang termasuk dalam kategori air thahhir ghairu muthahhir yaitu air kopi, air the, dan sebagainya, ataupun air hujan yang mana dalam air hujan itu dicampuri dengan air teh lalu salah satu sifat airnya berubah maka air itu sendiri juga bisa dikatakan air thahhir ghairu muthahhir. Yaitu air yang hukumnya suci dalam artian boleh diminum namun tidak  dapat digunakan untuk bersuci atau menghilangkan hadas.
Air mutanajjis yaitu setiap yang yang mana di dalam air tersebut kejatuhan (terkena) najis. Air semacam ini sama sekali tidak bisa digunakan untuk ber suci menghilangkan hadas) bukan hanya itu air yang semacam ini juga tidak boleh diminum dan semacamnya. Jika air itu sampai kepada dua qullah atau lebih maka jika ada najis yang jatuh ke dalamnya maka hukumnya di perinci lagi.
1.Jika najis yang jatuh ke dalamnya sampai merubah salah satu sifatnya air maka air itu dihukumi sebagai air yang mutanajjis atau air yang sudah tidak bisa lagi dipakai untuk bersuci.
2.Jika najis itu jatuh kedalamnya namun tidak sampai merubah salah satu sifatnya air maka air itu dihukumi suci. (Fathul Qorib, Muhammad bin Qosim Al-Ghazi : 3-4 ).
 Namun jika air itu tidak sampai 2 qullah maka air itu dihukumi sebagai air yang mutanajjis secara mutlak.
Air musyammas yaitu air yang kena sinar matahari sampai panas. (terjemah khulashah kifayatul akhyar, Moh. Rifa’I : 11). Air yang semacam ini dihukumi suci dikarenakan tidak terkena najis. Namun air ini dihukumi makruh untuk digunakan.  Dalam sutu riwayat diterangkan : “Nabi SAW. Melarang Aisyah menggunakan air musyammas, beliau bersabda : air itu bisa menimbulkan belang”. 
Air musta’mal yaitu : setiap air yang telah digunakan untuk bersuci. Air sejenis ini termasuk juga kedalam jenis air thahhir ghairu muthahhir. Yaitu air ini tetap dihukumi suci namun sudah tidak bisa digunakan untuk bersuci lagi.

B.     Wudu’
Wudu’ merupakan bagian dari pada thaharah. Dalam wudu’ ini memiliki beberapa rukun diantara rukun-rukun berwudu’ yaitu :
1.      Niat wudu’.
Yaitu berniat menunaikan kefarduan wudu’, menghilangkan hadas bagi orang yang selalu hadas, niat thaharah dari hadas atau thaharah untuk menunaikan semacam ibadah shalat.
2.      Membasuh kulit muka.
Batasan bujur muka yaitu antara tempat-tempat tumbuh rambut kepala yang wajar sampai bawah pertemuan dua rahang. Sedangkan batas lintang muka sendiri yaitu antara dua telinga.
3.      Membasuh dua tangan.
Yaitu dari telapak tangan sampai siku.
4.      Mengusap sebagian kepala.
5.      Membasuh kedua kaki.
6.      Tertib.
Yaitu sebagaimana yang disebuykan di atas, yaitu mendahulukan basuhan muka, kedua tangan, kepala, lalu kedua kaki. (Fathul Mu’in, Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari : 4-5).
C.    Tayamum.
Tayamum yaitu mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci atas bagian yang ditentukan sebagai pengganti dari wudu’. (Mabaadiul Fiqh, Umar Abdul Jabbar : 22). Sama seperti wudu’ tayamum juga memiliki rukun-rukun tersendiri. Diantara rukun-rukun tayamum yaitu :
1.      Berniat memperoleh kewenangan shalat fardu, secara bersamaan memindahkan debu ke muka.mengusap wajah.
2.      Mengusap wajah dengan debu.
3.      Mengusap kedua tangan.
4.      Tertib.
Jika seseorang tercegah menggunakan air, maka wajib baginya bertayamum, membasuh anggota yang sehat dan mengusapkan air pada pembalut yang berbahaya jika dilepas. Bagi orang yang junub tidak wajib tertib antara tayamum dan membasuh anggota yang sehat. Jika yang tidak bisa terkena air itu dua anggota, maka tayamum wajib dilakukan dua kali.  (Fathul Mu’in, Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari : 8).
D.    Mandi.
Mandi merupakan bagian dari pada thaharah. Sebagaimana wudu’ dan tayamum mandi juga terdapat rukun-rukunnya. Namun sebelum mengetahui rukun-rukunnya terlebih dahulu penulis akan mencoba menguraikan sebab-sebab diwajibkannya mandi. Diantara sebab-sebab diwajibkannya mandi yaitu :  haidh, nifas, wiladah (melahirkan), meninggal dunia, bersetebuh dengan catatan sampai bertemunya dua khitan, dan junub.
Sedangkan rukun-rukunnya mandi yaitu :
1.      Niat
2.      Menyampaikan air keseluruh bagian tubuh.
Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki  fungsi yaitu :
1.      Membiasakan hidup bersih dan sehat
2.      Membiasakan hidup yang selektif
3.      Sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Allah SWT melalui sholat
4.      Sebagai sarana untuk menuju surga
5.      Menjadikan kita dicintai oleh Allah SWT

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
“Thaharah adalah mengerjakan sesuatu, yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa melaksanakan hal tersebut”. alat untuk bersesuci titu sendiri ada beberapa macam diantaranya yaitu air, debu, batu, disamak. Melalui macam-macam alat bersesuci itu sendiri maka telah dijelaskan oleh ulama bahwasanya alat bersesuci air itu sendiri  terbagi menjadi tiga bagian. Yaitu air thahhir muthahhir (air mutlak), air thahhir ghairu muthahhir, dan air mutanajjis. Namun di dalam kitab lain di jelaskan pula bahwa air itu terbagi menjadi empat bagian yaitu air thahhir muthahhir, air thahhir ghairu muthahhir, air mutanajjis, dan air musyammas.
Wudu’ merupakan bagian dari pada thaharah. Dalam wudu’ ini memiliki beberapa rukun diantara rukun-rukun berwudu’ yaitu :
1.   Niat wudu’.
Yaitu berniat menunaikan kefarduan wudu’, menghilangkan hadas bagi orang yang selalu hadas, niat thaharah dari hadas atau thaharah untuk menunaikan semacam ibadah shalat.
2.   Membasuh kulit muka.
Batasan bujur muka yaitu antara tempat-tempat tumbuh rambut kepala yang wajar sampai bawah pertemuan dua rahang. Sedangkan batas lintang muka sendiri yaitu antara dua telinga.
3.   Membasuh dua tangan.
Yaitu dari telapak tangan sampai siku.
4.   Mengusap sebagian kepala.
5.   Membasuh kedua kaki.
6.   Tertib.
Yaitu sebagaimana yang disebuykan di atas, yaitu mendahulukan basuhan muka, kedua tangan, kepala, lalu kedua kaki.
Tayamum yaitu mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci atas bagian yang ditentukan sebagai pengganti dari wudu’.
rukun-rukun tayamum yaitu :
1. Berniat memperoleh kewenangan shalat fardu, secara bersamaan memindahkan debu ke muka.mengusap wajah.
2. Mengusap wajah dengan debu.
3. Mengusap kedua tangan.
4. Tertib.
Mandi merupakan bagian dari pada thaharah.
Diantara sebab-sebab diwajibkannya mandi yaitu :  haidh, nifas, wiladah (melahirkan), meninggal dunia, bersetebuh dengan catatan sampai bertemunya dua khitan, dan junub.
Sedangkan rukun-rukunnya mandi yaitu :
1. Niat
2. Menyampaikan air keseluruh bagian tubuh.


B.     Saran
Setelah penulis mencoba sedikit menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan thaharah maka dengan itu penulis sangat berharap dengan adanya makalah ini para pembaca yang budiman selalu diberikan hidayah oleh Allah SWT. Karena pada dasarnya hidayah tidak akan pernah diberikan oleh Allah SWT. Kepada hambnya jika hambanya tidak mau memiliki sifat kesadaran. Melalui kesadaran itulah seseorang akan diberikan hidayah oleh Allah SWT.
Semoga para pembaca juga sadar akan pentingnya thaharah. Sehingga jika umat islam sudah sadar akan pentingnya thaharah sudah barang tentu mereka semua akan hidup sehat. Serta tidak asal-asalan dalam thaharah. Karena jika penulis lihat di zaman ini masih banyak orang yang berwudu’ namun masih belum benar cara mereka mengerjakannya. Masih ada yang berwudu’ seperti capung mandi. Dalam artian dalam berwudu’ mereka asal bagian anggota wudu’nya terkena air saja tanpa memperhatikan apakah wudu’nya sudah sah atau belum menurut kaca mata islam.




DAFTAR PUSTAKA
Rifa’I, Moh, Terjemah Khulashah Kifayatul Awam, Semarang : CV. Toha putra, 1978
Umar Abdul jabbar, Mabaadiul Fiqh Juz Tsalits (3), Surabaya : Sumber Ilmu
Umar Abdul jabbar, Mabaadiul Fiqh Juz Rabi’ (4), Surabaya : Sumber Ilmu
Sayyid Abdurrahman, Duruusul Fiqh : Salim Ibn Nabhan
Salim bin Sumair al-hadhrami, Kaasyifatus Sajaa, Surabaya : Nurul Huda
Muhammad bin Qosim Al-Ghazi, Fathul Qorib, Surabaya : Nurul Huda
Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, Fathul Mu’iin, Surabaya : Nurul Huda


2 komentar: