KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang di berikan oleh dosen pembimbing dalam mata
kuliah Fiqih. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada pemimpin paling mulia, manusia yang paling
baik akhlaknya yaitu Nabi Muhammad SAW , kepada keluarganya, para sahabat serta
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Amin
Makalah
ini berjudul “Thaharah” yang nantinya akan memberikan pemahaman kepada pembaca
tentang hal-hal yang berkaitan dengan thaharah.
. Mungkin penulis tidak bisa membuat makalah ini sesempurna mungkin. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan dari para pembaca. Khususnya
dari dosen yang telah membimbing penulis dalam mata kuliah ini.
Ucapan
terima kasih juga saya sampaikan kepada dosen pembimbing saya yang telah
memberikan arahan dan juga kepada orang-orang di sekitar saya yang telah
membantu saya dalam mendapatkan sumber-sumber materi yang bisa saya jadikan
pedoman untuk menyelesaikan makalah ini.
Pontianak, 26 Maret 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………... i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar
Belakang………….…………………………………………. 1
B. Rumusan
Masalah………………………………………………..... 1
BAB II PEMBAHASAN…………………….………………………………....
2
A. Makna
Thaharah..... ………………………………………………. 2
B. Wudu’……………………………………………………………... 4
C. Tayamum…………………………………………………………... 4
D. Mandi………………………………………………………………. 5
BAB III PENUTUP……………………. ………………………………………. 6
A. Kesimpulan…………………………………………………… … 6
B. Saran………………………………………………………… ….. 8
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………................................ 9
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam berbagai
macam kitab yang menjelaskan tentang fiqih selalu saja bab thaharah berada pada bab yang paling awal atau paling utama. Hal
itu terjadi dikarenakan thaharah
adalah bagian yang paling penting dipelajari. Melaksanakan shalat tanpa thaharah maka tentu saja shalat yang
dikerjakan tidak sah. Dalam artian jika ada seseorang yang mengerjakan shalat
tanpa bersesuci terlebih dahulu maka shalat yang ia kerjakan itu sia-sia. karena
pada dasarnya islam memang mewajibkan setiap orang yang ingin melaksanakan
shlat itu harus suci.
Mungkin masih
banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis tentang pentingnya thaharah. Namun tidak bisa dipungkiri
juga bahsanya juga ada orang yang tahu akan thaharah
namun mengabaikannya. maka dari pada itu penulis akan mencoba sedikit
menjelaskan apa-apa yang penulis ketahui tentang thaharah dari berbagai sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah
ini umat islam sadar akan pentingnya thaharah
dan tidak mengabaikan pentingnya thaharah
kembali.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa makna dari
thaharah ?
2.
Apa saja
bagian-bagian dari thaharah ?
3.
Apa saja yang
bisa digunakan untuk bersuci ?
4.
Ada berapa
pembagian air dan jelaskan ?
5.
Jelaskan
pengertian dari wudu’, tayamum, dan mandi ?
6.
Jelaskan
rukun-rukun , tayamum, dan mandi ?
7.
Apa pentingnya
thaharah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Makna
Thaharah
“Thaharah adalah
mengerjakan sesuatu, yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa melaksanakan
hal tersebut”. (mabaadiul Fiqh juz 3, Umar Abdul Jabbar : 8). Yang dimaksud mengerjakan sesuatu di atas
yaitu bersesuci. Yang mana bersesu-ci ini terbagi ke dalam dua bagian lagi.
Yang pertama yaitu bersuci dari hadas
dan yang kediua bersesuci dari kotoran atau najis. Yang dimasud bersuci dari
hadas itu sendiri yaitu berwudu’, mandi besar, dan juga tayamum sebagai
pengganti dari wu-du’. Sedangkan yang dimaksud dari
bersuci dari kotoran ataupun najis itu
sendiri yaitu istinja’, dan
menghilangkan najis dari badan, pakaian dan tempat.
Sedangakan alat untuk
bersesuci titu sendiri ada beberapa macam diantaranya yaitu air, debu, batu,
disamak. Melalui macam-macam alat bersesuci itu sendiri maka telah dijelaskan
oleh ulama bahwasanya alat bersesuci air itu sendiri terbagi menjadi tiga bagian. Yaitu air thahhir muthahhir (air mutlak), air thahhir ghairu muthahhir, dan air mutanajjis. Namun di dalam kitab lain di
jelaskan pula bahwa air itu terbagi menjadi empat bagian yaitu air thahhir muthahhir, air thahhir ghairu muthahhir, air mutanajjis, dan air musyammas.
Air thahhir muthahhir (air mutlak) yaitu setiap air yang turun dari langit
ataupun keluar dari bumi yang mana keluarnya tersebut tetap seperti asal
kejadiannya serta salah satu sifatnya air tidak berubah sebab ada sesuatu yang mencampurinya.
(Mabaadiul Fiqh juz 4, Umar Abdul Jabbar : 3). Diantara macam-macam air thahhir muthahhir yaitu :
1. Air
hujan.
2. Air
laut.
3. Air
sungai.
4. Air
sumur.
5. Air
mata air (sumber).
6. Air
es (salju).
7. Air
embun.
Air
thahhir ghairu muthahhir yaitu air yang suci namun air
tersebut tidak dapat digunakan untuk bersuci. Diantara contoh yang termasuk
dalam kategori air thahhir ghairu muthahhir yaitu air kopi, air the, dan
sebagainya, ataupun air hujan yang mana dalam air hujan itu dicampuri dengan
air teh lalu salah satu sifat airnya berubah maka air itu sendiri juga bisa
dikatakan air thahhir ghairu muthahhir.
Yaitu air yang hukumnya suci dalam artian boleh diminum namun tidak dapat digunakan untuk bersuci atau
menghilangkan hadas.
Air mutanajjis yaitu setiap yang yang mana
di dalam air tersebut kejatuhan (terkena) najis. Air semacam ini sama sekali
tidak bisa digunakan untuk ber suci menghilangkan hadas) bukan hanya itu air
yang semacam ini juga tidak boleh diminum dan semacamnya. Jika air itu sampai
kepada dua qullah atau lebih maka
jika ada najis yang jatuh ke dalamnya maka hukumnya di perinci lagi.
1.Jika
najis yang jatuh ke dalamnya sampai merubah salah satu sifatnya air maka air
itu dihukumi sebagai air yang mutanajjis atau air yang sudah tidak bisa lagi
dipakai untuk bersuci.
2.Jika
najis itu jatuh kedalamnya namun tidak sampai merubah salah satu sifatnya air
maka air itu dihukumi suci. (Fathul Qorib, Muhammad bin Qosim Al-Ghazi : 3-4 ).
Namun jika air itu tidak sampai 2 qullah maka air itu dihukumi sebagai air
yang mutanajjis secara mutlak.
Air musyammas yaitu air yang kena sinar
matahari sampai panas. (terjemah khulashah kifayatul akhyar, Moh. Rifa’I : 11).
Air yang semacam ini dihukumi suci dikarenakan tidak terkena najis. Namun air
ini dihukumi makruh untuk digunakan.
Dalam sutu riwayat diterangkan : “Nabi SAW. Melarang Aisyah menggunakan
air musyammas, beliau bersabda : air
itu bisa menimbulkan belang”.
Air musta’mal yaitu : setiap air yang telah
digunakan untuk bersuci. Air sejenis ini termasuk juga kedalam jenis air
thahhir ghairu muthahhir. Yaitu air ini tetap dihukumi suci namun sudah tidak
bisa digunakan untuk bersuci lagi.
B.
Wudu’
Wudu’ merupakan
bagian dari pada thaharah. Dalam wudu’ ini memiliki beberapa rukun diantara
rukun-rukun berwudu’ yaitu :
1.
Niat wudu’.
Yaitu
berniat menunaikan kefarduan wudu’, menghilangkan hadas bagi orang yang selalu
hadas, niat thaharah dari hadas atau thaharah untuk menunaikan semacam ibadah
shalat.
2.
Membasuh kulit
muka.
Batasan
bujur muka yaitu antara tempat-tempat tumbuh rambut kepala yang wajar sampai
bawah pertemuan dua rahang. Sedangkan batas lintang muka sendiri yaitu antara
dua telinga.
3.
Membasuh dua
tangan.
Yaitu
dari telapak tangan sampai siku.
4.
Mengusap
sebagian kepala.
5.
Membasuh kedua
kaki.
6.
Tertib.
Yaitu
sebagaimana yang disebuykan di atas, yaitu mendahulukan basuhan muka, kedua
tangan, kepala, lalu kedua kaki. (Fathul Mu’in, Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz
Al-Malibari : 4-5).
C.
Tayamum.
Tayamum
yaitu mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci atas bagian yang
ditentukan sebagai pengganti dari wudu’. (Mabaadiul Fiqh, Umar Abdul Jabbar :
22). Sama seperti wudu’ tayamum juga
memiliki rukun-rukun tersendiri. Diantara rukun-rukun tayamum yaitu :
1. Berniat
memperoleh kewenangan shalat fardu,
secara bersamaan memindahkan debu ke muka.mengusap wajah.
2. Mengusap
wajah dengan debu.
3. Mengusap
kedua tangan.
4. Tertib.
Jika seseorang
tercegah menggunakan air, maka wajib baginya bertayamum, membasuh anggota yang sehat dan mengusapkan air pada
pembalut yang berbahaya jika dilepas. Bagi orang yang junub tidak wajib tertib antara
tayamum dan membasuh anggota yang
sehat. Jika yang tidak bisa terkena air itu dua anggota, maka tayamum wajib dilakukan dua kali. (Fathul Mu’in, Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz
Al-Malibari : 8).
D. Mandi.
Mandi merupakan
bagian dari pada thaharah. Sebagaimana
wudu’ dan tayamum mandi juga terdapat rukun-rukunnya. Namun sebelum
mengetahui rukun-rukunnya terlebih dahulu penulis akan mencoba menguraikan
sebab-sebab diwajibkannya mandi. Diantara sebab-sebab diwajibkannya mandi yaitu
: haidh,
nifas, wiladah (melahirkan), meninggal dunia, bersetebuh dengan catatan
sampai bertemunya dua khitan, dan junub.
Sedangkan
rukun-rukunnya mandi yaitu :
1. Niat
2. Menyampaikan
air keseluruh bagian tubuh.
Dalam
kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :
1. Membiasakan
hidup bersih dan sehat
2. Membiasakan
hidup yang selektif
3. Sebagai
sarana untuk berkomunikasi dengan Allah SWT melalui sholat
4. Sebagai
sarana untuk menuju surga
5. Menjadikan kita dicintai oleh Allah SWT
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
“Thaharah
adalah mengerjakan sesuatu, yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa
melaksanakan hal tersebut”. alat untuk bersesuci titu sendiri ada beberapa
macam diantaranya yaitu air, debu, batu, disamak. Melalui macam-macam alat
bersesuci itu sendiri maka telah dijelaskan oleh ulama bahwasanya alat
bersesuci air itu sendiri terbagi
menjadi tiga bagian. Yaitu air thahhir
muthahhir (air mutlak), air thahhir
ghairu muthahhir, dan air mutanajjis.
Namun di dalam kitab lain di jelaskan pula bahwa air itu terbagi menjadi empat
bagian yaitu air thahhir muthahhir,
air thahhir ghairu muthahhir, air mutanajjis, dan air musyammas.
Wudu’ merupakan
bagian dari pada thaharah. Dalam wudu’ ini memiliki beberapa rukun diantara
rukun-rukun berwudu’ yaitu :
1. Niat
wudu’.
Yaitu berniat
menunaikan kefarduan wudu’, menghilangkan hadas bagi orang yang selalu hadas,
niat thaharah dari hadas atau thaharah untuk menunaikan semacam ibadah shalat.
2. Membasuh
kulit muka.
Batasan bujur
muka yaitu antara tempat-tempat tumbuh rambut kepala yang wajar sampai bawah
pertemuan dua rahang. Sedangkan batas lintang muka sendiri yaitu antara dua
telinga.
3. Membasuh
dua tangan.
Yaitu dari
telapak tangan sampai siku.
4. Mengusap
sebagian kepala.
5. Membasuh
kedua kaki.
6. Tertib.
Yaitu
sebagaimana yang disebuykan di atas, yaitu mendahulukan basuhan muka, kedua
tangan, kepala, lalu kedua kaki.
Tayamum
yaitu mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci atas bagian yang
ditentukan sebagai pengganti dari wudu’.
rukun-rukun tayamum
yaitu :
1.
Berniat memperoleh kewenangan shalat fardu,
secara bersamaan memindahkan debu ke muka.mengusap wajah.
2.
Mengusap wajah dengan debu.
3.
Mengusap kedua tangan.
4.
Tertib.
Mandi
merupakan bagian dari pada thaharah.
Diantara
sebab-sebab diwajibkannya mandi yaitu : haidh, nifas, wiladah
(melahirkan), meninggal dunia, bersetebuh dengan catatan sampai bertemunya dua khitan, dan junub.
Sedangkan
rukun-rukunnya mandi yaitu :
1.
Niat
2.
Menyampaikan air keseluruh bagian tubuh.
B.
Saran
Setelah penulis
mencoba sedikit menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan thaharah maka dengan
itu penulis sangat berharap dengan adanya makalah ini para pembaca yang budiman
selalu diberikan hidayah oleh Allah SWT. Karena pada dasarnya hidayah tidak
akan pernah diberikan oleh Allah SWT. Kepada hambnya jika hambanya tidak mau
memiliki sifat kesadaran. Melalui kesadaran itulah seseorang akan diberikan
hidayah oleh Allah SWT.
Semoga para
pembaca juga sadar akan pentingnya thaharah. Sehingga jika umat islam sudah
sadar akan pentingnya thaharah sudah barang tentu mereka semua akan hidup
sehat. Serta tidak asal-asalan dalam thaharah. Karena jika penulis lihat di
zaman ini masih banyak orang yang berwudu’ namun masih belum benar cara mereka
mengerjakannya. Masih ada yang berwudu’ seperti capung mandi. Dalam artian
dalam berwudu’ mereka asal bagian anggota wudu’nya terkena air saja tanpa memperhatikan
apakah wudu’nya sudah sah atau belum menurut kaca mata islam.
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’I, Moh, Terjemah Khulashah Kifayatul Awam,
Semarang : CV. Toha putra, 1978
Umar Abdul jabbar, Mabaadiul Fiqh Juz Tsalits (3), Surabaya
: Sumber Ilmu
Umar Abdul jabbar, Mabaadiul Fiqh Juz Rabi’ (4), Surabaya :
Sumber Ilmu
Sayyid Abdurrahman, Duruusul Fiqh : Salim Ibn Nabhan
Salim bin Sumair
al-hadhrami, Kaasyifatus Sajaa, Surabaya : Nurul Huda
Muhammad bin Qosim
Al-Ghazi, Fathul Qorib, Surabaya : Nurul Huda
Zainuddin bin Abdul
Aziz al Malibari, Fathul Mu’iin, Surabaya : Nurul Huda
Makalah anda sangat membantu..Terimakasih
BalasHapushttp://blog.binadarma.ac.id/novrihadinata/
makasih
BalasHapus